Jumat, 08 April 2022

Cara Adaptasi Scrum untuk Pemerintahan


Salah satu hal yang dibutuhkan dalam penerapan Agile di pemerintahan adalah wujud teknisnya. Walaupun Manifesto dan Prinsip-Prinsip Agile dapat dijadikan fondasi untuk menemukan wujud penerapan Agile yang sesuai kondisi organisasi, prosesnya akan lebih mudah kalau kita memulai dari wujud teknis yang ada dan terbukti bekerja. Salah satu wujud teknis Agile, yang sangat populer sampai sering dianggap satu entitas yang sama dengan Agile, adalah Scrum Framework (Scrum).

Pertanyaannya adalah bagaimana cara menerapkan Scrum di pemerintahan? Apakah Scrum dapat diadopsi (diterapkan apa adanya) atau kita perlu melakukan adaptasi agar Scrum sesuai dengan kondisi organisasi? Jawaban sederhananya adalah kita harus mulai dari adopsi. Kalau akhirnya berujung pada benturan antara Scrum dengan kondisi organisasi, kita dapat langsung mengetahui bagian mana saja yang berbenturan. Selanjutnya kita bisa memilih apakah kondisi organisasi yang perlu diubah atau Scrum yang perlu kita adaptasi. Berhubung organisasi pemerintah cenderung kaku, pengalaman saya mengatakan kita akan berakhir dengan adaptasi Scrum, bukan mengubah organisasi.


Scrum dalam bentuk aslinya dapat kita bagi menjadi 5 elemen, yaitu peran, pertemuan, artefak, pilar, dan nilai. Secara garis besar, setiap elemen itu dapat diadaptasi. Contohnya adalah Sprint Review yang diadaptasi agar prosesnya mengacu kepada artefak berupa dokumen Software Requirements Specification. Paparan lengkapnya dapat ditonton pada salah satu video serial Adaptasi Scrum di Pemerintahan yang kami tautkan di atas.

Walaupun begitu, pilar dan nilai adalah 2 elemen yang benar-benar tidak disarankan untuk diubah. Justru kedua elemen itu perlu dijaga semaksimal mungkin agar Scrum hasil adaptasi itu masih berjalan baik. Bila kedua elemen itu tidak dipertahankan, Scrum hasil adaptasi kemungkinan akan berubah menjadi chaos. Penjelasan lengkapnya dapat dilihat di video-video lain dalam serial terkait.


Sekadar informasi, serial Adaptasi Scrum di Pemerintahan itu merupakan bagian dari serial ASN Agile. Sesuai semangat Agile, yaitu responsif terhadap perubahan kebutuhan, topik-topik yang ada di rencana awal disesuaikan dengan perkembangan pembahasan dan permintaan dari pihak eksternal. Di dalam serial ASN Agile bahkan dibahas mengenai penerapan Agile untuk Non-TI karena pertanyaan mengenai topik itu sering disampaikan kepada kami.

Seiring waktu, pembahasan di serial ASN Agile akan kembali ke rencana awal. Topik berikutnya yang direncanakan akan dibahas adalah mengenai regulasi Scrum di pemerintahan. Selain itu, ada topik lain terkait buku Prakom Tidak Bisa Agile yang juga masuk ke dalam prioritas pembahasan di dalam serial itu. Apa pun itu, serial ASN Agile kemungkinan akan terus berjalan hingga selesai untuk membantu memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai penerapan Agile di pemerintahan.

--
Dipublikasikan ulang dari Cara Adaptasi Scrum untuk Pemerintahan.

Sabtu, 19 Maret 2022

Menjadi Pemerintah Tangkas dan ASN Agile

Sampul Buku ASN Juga Bisa Agile

Visi Pemerintah Tangkas adalah mewujudkan ketangkasan dalam pemerintahan Indonesia. Hal itu dilakukan dengan cara berkontribusi aktif untuk mewujudkan keselarasan antara Agile dengan birokrasi dalam pemerintahan Indonesia. Tujuannya adalah agar pemerintahan Indonesia dapat meningkatkan efisiensi dalam birokrasi dan menyediakan layanan publik yang optimal.

Perlahan tapi pasti, visi tersebut mulai terwujud. Salah satu contohnya adalah di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perubahan pola pikir merupakan hal yang paling utama karena beralih dari Waterfall ke Agile memang harus dimulai dari pola pikir. DJP juga melakukan adaptasi terhadap Scrum Framework agar Agile dapat berjalan dengan maksimal di dalam tubuhnya. DJP bahkan menyusun regulasi khusus agar penerapan Agile tidak dinilai menyalahi kebijakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) miliknya sendiri.

Pengalaman panjang penerapan Agile di DJP dipadukan dengan pemahaman yang kuat terkait Agile akhirnya menghasilkan sebuah buku berjudul “ASN (singkatan dari Aparatur Sipil Negara) Juga Bisa Agile”. Isinya merupakan hasil pemikiran langsung dari pegawai DJP yang terlibat dalam penerapan Agile di DJP sejak inisiatifnya dimulai. Kombinasi dari kompetensi si Pegawai sebagai praktisi Agile bersertifikasi dan pengalamannya mengikuti penerapan Agile di DJP itu yang membuat bukunya menarik untuk dibaca.

Di dalam buku itu, teori-teori tentang Agile dan Scrum Framework dan kebutuhan riil untuk menerapkan Agile di DJP dipadukan dengan baik. Faktor-faktor krusial untuk membentuk budaya Agile seperti dukungan pihak-pihak non-TIK dan proses penyusunan regulasi Agile di DJP ikut dibahas di dalam buku tersebut. Lika-liku lainnya seperti multi-tasking, dokumentasi, atau perencanaan dalam Agile juga tidak luput dibahas di dalam buku tersebut.

Dari gambaran di atas terlihat bahwa buku “ASN Juga Bisa Agile” tidak berisi hal-hal teknis saja. Topik-topik di tingkat organisasi seperti pembentukan pemahaman yang tepat terhadap Agile dan tips untuk membentuk budaya Agile juga ikut dibahas. Pembahasan itu diselaraskan dengan topik-topik teknis di tingkat tim seperti Product Owner, Scrum Master, Development Team, atau story points. Hasilnya adalah kombinasi yang menyeluruh terkait proses penerapan Agile dari awal hingga stabil dan dari tingkat atas hingga tingkat bawah.

Secara garis besar, “ASN Juga Bisa Agile” membahas banyak hal penting terkait penerapan Agile di DJP yang secara umum dapat diterapkan di instansi pemerintah lainnya. Bukan tidak mungkin buku tersebut dijadikan salah satu referensi bagi penerapan Agile di pemerintah. Kalaupun tidak dijadikan referensi, ada banyak hal yang dapat diadopsi atau diadaptasi oleh setiap instansi agar penerapannya sesuai dengan kebutuhan instansi masing-masing.

Bagi yang berminat, informasi lebih lanjut mengenai buku “ASN Juga Bisa Agile” ada di asyafrudin.id/asn-juga-bisa-agile/. Bila ingin bertanya lebih dalam mengenai isi buku tersebut atau sekadar ingin berdiskusi mengenai penerapan Agile di pemerintahan Indonesia, penulisnya, Amir Syafrudin, dapat dikontak lewat Twitter atau LinkedIn. Pertanyaan yang lebih umum terkait Agile pun akan direspons dengan senang hati oleh si Penulis.

Mari menjadi ASN yang tangkas!

--

Dipublikasikan kembali dari Buku: ASN Juga Bisa Agile

Selasa, 30 Agustus 2016

Pasca Update Lenovo A7000 ke Marshmallow

Beberapa minggu yang lalu, saya menyempatkan diri update sistem operasi di Lenovo A7000 yang saya miliki ke Marshmallow. Update tersebut tersedia over-the-air (OTA) dengan ukuran file yang perlu diunduh melebihi 1 GB. Seingat saya, pasca update itu selesai, saya masih diminta melakukan 2 update tambahan yang sepertinya berfungsi sebagai patch. Saat ini, setelah serangkaian update tersebut, Lenovo A7000 saya sudah resmi menggunakan Android versi 6.0 dengan build number A7000-a_S228_160621_ROW.

Tidak ada yang spesial dalam proses update OTA tersebut. Software update akan mengunduh dan melakukan update tanpa campur tangan kita. Hal itu berlaku untuk update pertama (ke Marshmallow) dan beberapa update berikutnya. Prosesnya pun tidak memakan waktu terlalu lama, tapi sebaiknya jangan ditunggu karena pasti membosankan. Bagian yang menarik justru setelah proses update itu selesai.

Notification Bar
Perbedaan pertama yang terlihat di Lenovo A7000 versi Marshmallow adalah notification bar. Koneksi WLAN dapat diubah tanpa harus masuk ke bagian Settings; begitu juga dengan koneksi Bluetooth. Ikon yang baru di versi ini adalah ikon "Hotspot" untuk mengaktifkan Mobile Hotspot. Ikon "Hotspot" ini penting karena sebelumnya (di versi Lollipop) saya harus menggunakan aplikasi untuk memudahkan akses ke fitur Mobile Hotspot.

Notification Bar Lenovo A7000 Versi Marshmallow
Pengaturan Ikon untuk Notification Bar
Do Not Disturb
Fitur menarik yang juga ada di Marshmallow adalah Do Not Disturb. Fitur ini berfungsi untuk memastikan tidak ada bunyi atau getaran dari smartphone. Cara mengaktifkan fitur ini pun relatif mudah, yaitu melalui ikon "Do not disturb" di notification bar. Pengaturan lebih lanjut dapat diakses lewat Settings > Ringtones and volumes > Do not disturb. Di dalam bagian pengaturan itu kita dapat mengatur agar fitur tersebut aktif secara otomatis untuk waktu-waktu tertentu. Saya pun mengaturnya agar aktif di waktu shalat dan rapat.

Automatic Rules untuk Do Not Disturb


Doze
Doze adalah fitur penghemat baterai terbaru di Marshmallow. Fitur ini bekerja di belakang layar, khususnya saat smartphone kita sedang tidak digunakan. Tanpa kita sadari, Marshmallow akan menonaktifkan aplikasi-aplikasi yang jarang atau tidak digunakan. Aplikasi-aplikasi tersebut seharusnya akan aktif kembali saat kita menggunakan kembali smartphone kita. Fitur doze ini akan aktif secara otomatis, tapi aplikasi-aplikasi yang dikendalikannya dapat diatur lewat Settings > Power manager > Battery optimization. Pada pilihan "Not optimized", kita dapat melihat aplikasi-aplikasi yang terhindar dari doze. Sampai saat tulisan ini dibuat, saya hanya memasukkan 1 aplikasi ke dalam daftar "Not optimized", yaitu TickTick. Hal itu saya lakukan atas rekomendasi dari pengembangnya agar reminder di TickTick dapat terus berjalan di belakang layar.

Daftar Aplikasi "Not Optimized"
Adoptable Storage
Fitur ketiga yang terasa manfaatnya bagi saya adalah adoptable storage. Fitur ini "mengadopsi" SD Card yang terpasang di Lenovo A7000 saya agar menjadi bagian dari internal storage. Dalam kondisi tersebut, aplikasi dan data akan disimpan di SD Card secara otomatis. Akan tetapi, definisi "otomatis" di sini tidak seindah yang saya bayangkan. Pertama, berhubung aplikasi saya sebelum update memang disimpan di internal storage, rupanya saya harus memindahkan lokasi aplikasi ke SD Card secara manual satu per satu. Kedua, banyak aplikasi harus tetap berada di internal storage yang asli, khususnya aplikasi-aplikasi dari Lenovo dan dari Google. Ketiga, tidak semua aplikasi pihak ketiga dapat dipindahkan ke SD Card.

Saya sebenarnya berharap bisa memindahkan aplikasi-aplikasi yang jarang saya pakai ke SD Card sehingga internal storage hanya digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang sering saya pakai. Pengaturan itu diperlukan untuk meminimalkan akses ke SD Card. Walaupun bagaimana pun, kecepatan dan ketahanan internal storage masih lebih unggul daripada SD Card. Dengan batasan-batasan di atas, aplikasi-aplikasi yang jarang atau tidak pernah saya pakai dan tidak bisa dibuang seperti Play Music dan Play Movies & TV dari Google atau SyncIt dan ShareIt dari Lenovo harus tetap berada di internal storage. Di sisi lain, tidak semua aplikasi pihak ketiga dapat dipindahkan ke SD Card. Aplikasi-aplikasi pihak ketiga hanya sesekali dipakai seperti Facebook pun harus tetap berada di internal storage.

Pilihan Lokasi Penyimpanan untuk Aplikasi Clean Master
Google Chrome Tidak Menyediakan Pilihan Lokasi Penyimpanan
Facebook Tidak Menyediakan Pilihan Lokasi Penyimpanan
Demikian beberapa hal positif yang saya rasakan pasa update Lenovo A7000 saya ke Marshmallow. Secara garis besar, update ke Marshmallow ini semakin memperpanjang usia Lenovo A7000 saya. Dengan doze, penggunaan daya Lenovo A7000 saya terasa lebih efisien. Daya tahan baterai pun terasa lebih lama. Dengan adoptable storage, ROM 8 GB tidak lagi terasa pas-pasan. Niat untuk membeli smartphone baru dengan kapasitas ROM yang lebih besar pun ditunda.

Update (1 September 2016)
Proses update aplikasi yang disimpan di SD Card terasa lebih lama. Satu aplikasi yang benar-benar terasa lama (sampai smartphone saya terkesan hang) adalah WPS Office. Sepertinya akan lebih baik kalau update aplikasi dilakukan di malam hari saat saya tidak menggunakan smartphone.

Masalah lain yang saya temui adalah Yahoo Mail dan Path yang logged out sendiri. Saya tidak tahu persis apa penyebabnya, tapi masalah tersebut muncul setelah kedua aplikasi tersebut saya pindahkan ke SD Card. Akhirnya saya memutuskan untuk memindahkan kembali kedua aplikasi tersebut ke internal storage.