Senin, 14 Mei 2012

Timeline Management

Kembali lagi dengan tulisan seputar Diet Informasi. Kali ini saya ingin berbagi tentang bagaimana mengelola arus informasi dari timeline di situs-situs jejaring sosial langganan kita. Apa yang akan saya sampaikan di sini akan bersifat subjektif karena mayoritas isinya akan berkaca dari pengalaman saya sendiri. Semoga saja apa yang saya sampaikan masih cukup relevan untuk dimanfaatkan para pembaca.

Saya mulai.

Buat saya pribadi, di antara semua sumber informasi yang tersedia di sekitar saya, sumber informasi yang paling "mengganggu" adalah jejaring sosial. Dan di antara 3 (tiga) jejaring sosial yang saya ikuti, yaitu Facebook, Twitter, dan Google+, jejaring sosial yang paling "mengganggu" adalah Twitter. Dalam hidup saya, Twitter itu yang paling mampu menyita waktu dan perhatian saya dibandingkan situs jejaring sosial yang lain.

Terlepas dari itu, masing-masing jejaring sosial yang saya sebutkan di atas memiliki fitur-fitur untuk mengelola arus informasi yang memenuhi timeline penggunanya. Dari masing-masing fitur inilah kita dapat menemukan pola timeline management yang sesuai dengan perilaku sosial dan kebutuhan kita terhadap informasi. Tergantung perilaku dan kebutuhan kita, fitur-fitur tersebut mungkin saja akan sangat berguna untuk membantu kita mengelola informasi yang masuk ke dalam otak kita.

technorati.com
Google+
Saya mulai dari Google+. Mengapa Google+? Bukan karena kecenderungan saya terhadap Google, tapi karena menurut saya Google+ ini seolah-olah dibuat dengan "pengelolaan arus informasi" sebagai dasarnya. Sistem "pertemanan" di Google+ ini bergantung pada Circle. Setiap kali kita ingin menambah teman, kita diharuskan memasukannya minimal ke dalam 1 (satu) circle.

Efeknya circle ini terhadap arus informasi di mana? Pertama, kita dapat memilih circle mana yang ingin kita akses. Itu artinya kita tidak perlu mengakses Stream (timeline di Google+) yang berisi update dari seluruh circle yang kita miliki. Kalaupun kita lebih nyaman mengakses Stream, misalnya karena tidak mau repot buka circle satu per satu, Google+ pun menyediakan fitur untuk membatasi informasi yang masuk ke dalam Stream dari setiap circle.

Misalkan kita memiliki circle "Menarik", "Teman", "Rekan Kerja", dan "Gak Jelas Juntrungannya". Kita bisa saja mengakses circle "Menarik" yang berisi informasi yang memang menarik untuk kita ikuti tanpa harus membuka Stream. Seandainya kita lebih nyaman mengakses informasi lewat Stream, kita bisa atur supaya "Gak Jelas Juntrungannya" itu tidak muncul sama sekali di Stream kita. Praktis, bukan?

blur-marketing.com
Facebook
Berikutnya adalah Facebook. Facebook ini pernah menjadi jejaring sosial yang paling "ramai" dalam hidup saya. Kenapa "ramai"? Karena fitur untuk mengelola arus informasi di Facebook ini sangat terbatas. Seiring dengan munculnya fitur List dan Subscriptions, timeline management di Facebook menjadi lebih mudah. Dalam konteks pengelompokan informasi, fungsi list di Facebok mirip dengan fungsi circle di Google+.

Sayangnya list di Facebook ini tidak menyediakan fitur untuk membatasi agar informasinya tidak masuk ke dalam News Feed (timeline di Facebook). Untuk fitur yang satu ini, circle di Google+ jelas lebih to the point. Kalaupun kita ingin orang-orang tertentu tidak masuk ke dalam News Feed kita, kita harus unsubscribe satu per satu dari akun masing-masing orang.

blog.backupify.com
Twitter
Yang terakhir adalah Twitter. Twitter ini sepertinya memang jejaring sosial yang dirancang untuk membanjiri hidup kita dengan informasi. Hubungan "pertemanan" di Twitter didasari oleh saling follow. Jadi saat kita berteman dengan orang lain di Twitter, kita sudah secara otomatis membuka pintu untuk masuknya arus informasi yang lebih banyak lagi.

Konsep "pertemanan" Twitter di atas sangat berbeda dengan Google+ dan Facebook. Di Google+, kita "berteman" dengan memasukan seseorang ke dalam salah satu circle kita. Akan tetapi, kita bisa saja memasukan orang itu ke dalam circle yang isinya tidak masuk ke dalam Stream kita. Di Facebook, kita "berteman" dengan menjadi Friends. Dengan fitur Subscriptions, kita bisa saja unsubscribe dari teman kita ini sehingga informasinya tidak masuk ke dalam News Feed kita.

Untungnya Twitter pun menyediakan List. Dengan adanya list di Twitter ini, kita bisa mengikuti informasi sebuah akun Twitter lewat list tanpa harus follow akun tersebut. Itu artinya informasi dari akun tersebut dapat diakses lewat list terkait tanpa harus memenuhi timeline Twitter kita.

Penutup
Fitur-fitur yang saya paparkan di atas itu cukup membantu kita mengelola banyaknya informasi yang kita akses lewat timeline kita. Bila kita perluas pembahasan ini ke berbagai third party application, tentu akan ada lebih banyak fitur lain yang jauh lebih baik. Akan tetapi, hal penting yang perlu kita ingat adalah tools tidak akan berguna tanpa determinasi yang kuat dari kita sebagai pengguna tools. Secanggih apa pun fitur yang dapat membantu kita mengelola informasi di timeline, tidak satu pun akan berguna bila kita sendiri tidak punya keinginan untuk mengelola informasi itu.

Hal penting lain yang perlu kita ingat adalah dasar dari pengelolaan informasi ini bukan karena adanya information overload, tapi justru karena perilaku information overconsumption dari kita sendiri. Kita yang memutuskan untuk memasukan seseorang ke dalam circle, menjadi Friends dengan seseorang, atau follow seseorang. Jadi pada dasarnya kita sendiri yang memutuskan untuk membuka/menutup kran informasi di situs jejaring sosial langganan kita.

Hal pertama yang kita butuhkan adalah kesadaran, yaitu kesadaran bahwa kita sendiri yang membiarkan diri kita dibanjiri informasi. Kita harus berhenti menyalahkan banyaknya informasi yang beredar di Internet dan mulai membenahi perilaku kita dalam mengakses informasi di Internet. Bila kita mampu menanamkan kesadaran ini, mengelola informasi hanya semudah menekan tombol log out, mematikan smartphone, atau bahkan menghapus akun-akun yang mengganggu itu. Tidak perlu repot, bukan?