Kamis, 19 Januari 2012

Kenapa PNS Tidak Produktif?

Kenapa PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Indonesia ini secara mayoritas dinilai tidak produktif? Stigma malas senantiasa menempel pada pribadi para PNS. Sebegitu lekatnya stigma ini menempel sampai orang-orang pun bisa terheran-heran bila melihat PNS yang bekerja dengan rajin. Lebih heran lagi kalau PNS yang bekerja dengan rajin ini mengerjakan pekerjaannya tanpa embel-embel uang.

Salah satu tujuan Reformasi Birokrasi adalah melepas stigma malas tersebut. Tentu saja usaha untuk melepas stigma tersebut tidak berhenti di PR (Public Relation) yang baik, tapi juga memperbaiki masalah-masalah kinerja yang ada lewat langkah nyata. Garda terdepan Reformasi Birokrasi saat ini tentu saja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), tapi setiap instansi pemerintah saat ini pun turut aktif membenahi kinerja pegawai-pegawai yang mereka naungi.

Untuk bisa mengatasi masalah produktivitas PNS ini, kita perlu mencari tahu dulu penyebabnya. Dalam tulisan kali ini, saya ingin memaparkan alasan-alasan di balik rendahnya produktivitas PNS ini. Namun sebelumnya perlu saya tegaskan bahwa apa yang akan saya paparkan di bawah ini hanya mengacu kepada pengalaman dan pengamatan pribadi saya. Jadi, saya senantiasa membuka ruang untuk diskusi.

Pertama, stigma santai yang menempel di PNS. Saya yakin banyak orang yang menganggap bahwa PNS itu adalah pekerjaan santai. Dengan anggapan seperti ini, maka orang-orang yang berminat bekerja sebagai PNS pun berharap dapat bekerja dengan santai. Bila pola pemikiran seperti ini terus hidup (dan berkembang), orang-orang yang bekerja sebagai PNS itu akan memiliki rasa enggan dibuat sibuk oleh pekerjaan. Akibatnya mayoritas PNS tetap saja orang-orang yang malas bekerja dan semakin memupuk stigma santai ini.

Kedua, jumlah pegawai yang terlalu banyak. Jumlah pegawai yang terlalu banyak sudah pasti mempengaruhi produktivitas pegawai secara signifikan. Bayangkan pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan oleh 1 orang justru dikerjakan oleh 4 orang. Andaikan ada 200 pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh 1 orang saja, pembagian di atas akan membuat beban kerja masing-masing orang menjadi 50 pekerjaan saja. Pekerjaan memang menjadi lebih ringan, tapi produktivitas pegawai menjadi (terlihat) lebih rendah.

Ketiga, jumlah pekerjaan yang terlalu sedikit. Kebalikan dari alasan kedua di atas, jumlah pekerjaan yang dibebankan pada 1 orang bisa saja terlalu sedikit. Kondisi ini mungkin saja terjadi antara lain karena struktur organisasi yang terlalu gemuk sehingga masing-masing unit di bawah sebuah instansi memiliki tanggung jawab yang lebih rendah dari kapasitasnya. Bila tanggung jawab masing-masing unit saja lebih rendah dari kapasitasnya, tentu saja beban kerja pegawai di dalam unit tersebut pun lebih rendah dari kapasitas pegawai tersebut.

Keempat, tuntutan pekerjaan yang longgar. Bagian ini serupa tapi tak sama dengan alasan ketiga di atas. Longgarnya tuntutan pekerjaan di sini tidak ada hubungannya dengan kuantitas pekerjaan, tapi lebih erat kaitannya dengan pengawasan dari atasan. Rendahnya pengawasan dari atasan mengakibatkan tidak adanya tekanan yang memadai untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Akibatnya para bawahan dapat seenaknya menentukan deadline mereka sendiri. Dalam kondisi seperti ini, para PNS akan bekerja sesuai irama mereka sendiri tanpa ada faktor "atasan" untuk memacu mereka bekerja.

Kelima, eksploitasi pegawai yang rajin. Penyebabnya adalah sulitnya memberikan sanksi (hukuman) kepada pegawai yang tidak produktif sehingga para atasan memiliki kecenderungan untuk menyerahkan pekerjaan kepada bawahan yang rajin. Sayangnya kecenderungan seperti ini mungkin saja tidak mengenal batas. Para atasan ini terus saja menambah beban pekerjaan untuk pegawai yang rajin. Pada akhirnya yang rajin tetap (terpaksa) rajin dan yang malas tetap dengan urusan mereka sendiri; tanpa peduli.

Keenam, pekerjaan yang tidak sesuai kompetensi atau minat. Kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi di lingkungan PNS. Saya tidak akan menggali lebih jauh mengenai penyebabnya. Satu hal yang pasti, pegawai yang tidak memiliki kompetensi di bidang pekerjaannya akan menjadi pegawai yang produktif. Produktivitas itu akan semakin menurun bila pegawai yang bersangkutan pun tidak memiliki minat yang cukup di bidang pekerjaannya.

Daftarnya pun tidak berhenti di angka 6. Saya yakin masih ada alasan-alasan lain yang tidak berhasil saya tangkap lewat pengalaman dan pengamatan saya pribadi. Namun perlu saya tegaskan bahwa paparan di atas sengaja saya batasi pada alasan-alasan yang terkait dengan budaya dan kepribadian para PNS itu sendiri. Saya sengaja tidak membahas masalah gaji, remunerasi, atau hal-hal teknis lainnya yang juga memiliki pengaruh terhadap produktivitas PNS.

Tujuan saya berbagi masalah-masalah yang terkait kinerja PNS ini, termasuk lewat tulisan Meningkatkan Kinerja PNS, sebenarnya untuk menyampaikan bahwa masalah kemalasan PNS itu tidak sederhana. Produktivitas ini bukan sekedar masalah mental (karakter) PNS yang bersangkutan. Pada kenyataannya masih banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan; masih banyak masalah lain yang harus diselesaikan. Penyelesaiannya pun tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan, kecuali tangan yang dimaksud ini dapat membentang dari Sabang sampai Merauke.

9 komentar:

  1. memang teliti anda menilai :)

    BalasHapus
  2. "eksploitasi pegawai yang rajin"
    The curse of being a such good d*mn employee! :)
    Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dilema. Mau cuek juga sungkan, mau rajin juga sebel karena merasa dimanfaatkan. :)

      Salam kenal juga.

      Hapus
  3. mengalami yang no.5 >>> ampun.......kalo dapat rekan kerja pemalas dan atasan yang hanya pengen tau kerjaan beres

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu memang kombinasi yang tidak menyenangkan. :)

      Hapus
  4. Apakah yang menyebabkan masalah PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) yang malas kerja, salah satu faktor penyebabnya adalah karena peraturannya yang masih lemah.

    BalasHapus
  5. Mengapakah PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)di Daerah Kabupaten kerjanya santai dan malas ?????, karena gajinya sangat minim, bila dibandingkan dengan tukang batu, ternyata gajinya lebih besar tukang batu, buktinya bayaran per harinya bisa mencapai Rp 150 ribu rupiah.--

    BalasHapus
  6. kasih makan pengangguran

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.