Kamis, 17 Juli 2014

Potensi Besar Sistem Belajar Online

Dan blog ini pun akhirnya di-update kembali.

Dan sepertinya kalimat di atas akan menjadi trademark untuk menulis di Teknokrasi.

Tulisan kali ini merupakan dampak langsung dari membaca buku One World Schoolhouse yang ditulis oleh Salman Khan. Saya sendiri belum membaca habis buku tersebut; saya baru selesai membaca 6 bab dalam Part 1: Learning to Teach. Dari bagian yang sudah saya baca, saya berhasil menyarikan salah satu esensi pentingnya, yaitu mengenai potensi besar sistem belajar online (daring).

Saya sendiri sudah cukup sering menggunakan sistem belajar daring. Salah satu sistem yang berkesan adalah layanan dari Code School (www.codeschool.com). Code School adalah salah satu situs belajar daring yang fokus pada pemrograman. Di situ saya banyak belajar tentang JavaScript; salah satu bahasa pemrograman yang sangat banyak dipakai untuk mengembangkan aplikasi berbasis Web. Sebelumnya saya juga pernah menggunakan layanan dari Codecademy (www.codecademy.com) yang setali tiga uang dengan Code School.

Sistem belajar online (daring)*
Ada beberapa hal yang membuat sistem belajar online di Code School atau Codecademy menarik. Pertama, interaktif. Sistem belajar mereka memungkinkan kita untuk membuat kesalahan, mendapat petunjuk terkait kesalahan yang kita buat, kemudian berusaha untuk memperbaikinya. Kedua, alur. Sistem belajar mereka tidak sekedar menyajikan materi, tapi juga mengelompokan materi-materi sesuai kategori/minat dalam bentuk urutan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat lanjut. Ketiga, ego booster. Sistem belajar mereka memberi penghargaan berupa nilai dan badge (lencana) yang, bagi saya, memberikan kepuasan tersendiri.

Walaupun begitu, potensi sistem belajar daring itu sebenarnya tidak pernah tertanam dengan baik dalam diri saya. Saya masih menganggap nilai tambah dari sistem belajar daring itu HANYA ada pada sisi jarak dan waktu. Nilai tambah "jarak" adalah karena saya tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk menghadiri sesi pelajaran di suatu kelas. Sementara nilai tambah "waktu" adalah karena saya tidak dibatasi oleh waktu pelaksanaan sesi pelajaran di kelas terkait. Potensi "besar" sistem belajar daring masih terbatas pada 2 (dua) hal tersebut, padahal dari pengalaman saya di Code School dan Codecademy saja seharusnya sudah cukup untuk mengenali potensi lain. Untungnya persepsi saya yang dangkal ini akhirnya berubah setelah saya membaca Part 1 dari buku One World Schoolhouse.

Apa saja potensi besar sistem belajar daring yang saya maksud?

Pertama, mengakomodir kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda. Sistem belajar daring sangat mengakomodir hal tersebut. Mulai dari siswa yang sangat cepat hingga siswa yang sangat lambat memahami sebuah materi dapat menggunakan sistem belajar daring yang sama. Bila kita bandingkan dengan sistem belajar di kelas, nilai tambahnya menjadi sangat jelas. Sistem belajar di kelas mengharuskan setiap siswa belajar dengan kecepatan yang sama; yang cepat menjadi unggul, yang lambat pasti tertinggal. Sistem belajar di kelas pada dasarnya memang tidak mengakomodir perbedaan kecepatan belajar siswa.

Kedua, meminimalisir tekanan waktu, guru, atau siswa lain. Hal ini masih terkait dengan perbedaan kecepatan belajar siswa. Dalam sistem belajar di kelas, siswa yang tertinggal kemungkinan besar akan mengalami tekanan dari waktu belajar yang terbatas, tekanan dari guru yang harus melanjutkan materi selanjutnya, atau tekanan dari siswa lain yang memang lebih unggul dalam pelajaran. Dalam sistem belajar daring, semua tekanan ini dapat diminimalisir karena masing-masing siswa dapat mengatur waktunya sendiri untuk belajar tanpa harus mengikuti perintah dari guru dan tanpa perlu merasa minder akibat keunggulan siswa lain.

Ketiga, mudah bagi siswa untuk berhenti dan beristirahat saat jenuh atau kehilangan fokus. Kemampuan orang untuk tetap fokus memang berbeda-beda; sama seperti halnya kecepatan belajar orang. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat sistem belajar daring unggul dibandingkan sistem belajar di kelas. Dalam sistem belajar daring, setiap siswa bisa dengan mudah berhenti belajar dan beristirahat sejenak untuk menghilangkan rasa jenuh dan mencoba mengembalikan konsentrasi yang hilang. Sebaliknya dalam sistem belajar di kelas, setiap siswa tidak mungkin melakukan ini karena waktu belajar dan waktu istirahatnya dibatasi.

Keempat, memaksa siswa untuk belajar secara aktif; bukan pasif. Inilah daya tarik utama dari sistem belajar daring. Sistem belajar daring akan memaksa siswa untuk memilih materi yang ingin dipelajari, kapan ingin memulainya, kapan ingin berhenti mempelajarinya, kapan ingin beralih ke materi yang lebih tinggi tingkat kesulitannya atau ke materi yang ada di kategori berbeda, dan lain-lain. Di sini siswa dituntut untuk aktif memilih dan aktif belajar. Hal ini jelas berbeda dengan sistem belajar di kelas yang cenderung membuat siswa untuk bersikap pasif dan mengikuti arahan dan penjelasan dari guru.

Kelima, melimpahkan tanggung jawab belajar kepada siswa. Hal ini terkait erat dengan sifat belajar aktif yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari sistem belajar daring. Siswa yang tidak aktif dalam sistem belajar daring akan tertinggal dengan sendirinya DAN tertinggalnya dia dalam pelajaran menjadi tanggung jawabnya sendiri. Berbeda dengan sistem belajar di kelas yang cenderung membuat siswa pasif. Kegagalan siswa dalam memahami materi dan tertinggal pelajaran dalam sistem belajar di kelas akan menjadi tanggung jawab guru atau bahkan menjadi tanggung jawab sistem belajar secara keseluruhan.

Keenam, memudahkan akses terhadap materi yang sudah dipelajari. Hal ini termasuk salah satu perbedaan mendasar antara sistem belajar daring dan sistem belajar di kelas. Materi-materi dalam sistem belajar daring tersedia dalam bentuk elektronik sehingga mudah disimpan, dikelola, dan disebarluaskan. Akses terhadap materi-materi yang lama (sudah pernah dipelajari) dapat dilakukan dengan mudah; semudah mengakses materi-materi yang sedang dipelajari. Bagaimana dengan buku-buku yang biasa digunakan dalam sistem belajar di kelas? Proses penyimpanan, pengelolaan, dan penyebarluasannya tentu jauh lebih sulit dibandingkan materi-materi berbentuk elektronik.

Penguasaan (mastery)*
Semua kelebihan-kelebihan tersebut akan membantu membawa siswa kepada penguasaan terhadap materi yang dipelajari; Salman Khan menggunakan istilah mastery learning di dalam bukunya. Penguasaan terhadap materi ini sebenarnya merupakan tujuan akhir dari proses belajar, tapi sistem belajar di kelas membuat tujuan ini menjadi sulit tercapai. Dalam sistem belajar di kelas, siswa harus mengikuti pelajaran yang diberikan sehingga seringkali materi-materi yang sebelumnya sudah dipelajari akan dilupakan begitu saja (biasanya setelah ujian) karena dianggap tidak lagi relevan dengan pelajaran saat ini. Kesulitan mengakses materi-materi yang sudah dipelajari justru memperkuat kondisi tersebut. Pada akhirnya yang menjadi tujuan belajar dalam sistem belajar di kelas terkesan hanya terbatas penguasaan materi untuk mendapatkan nilai yang bagus. Tidak lebih dari itu!

Selain mastery learning, perlu saya tekankan juga bahwa sifat aktif dan penuh tanggung jawab dalam belajar yang tumbuh melalui sistem belajar daring ini memiliki dampak positif yang kuat dalam membentuk pribadi pelajar yang sesungguhnya. Kedua sifat tersebut akan mendorong seseorang untuk terus belajar tanpa mengenal waktu dan tempat. Orang seperti ini pun tidak akan membatasi ilmunya pada materi-materi yang itu-itu saja; dia akan terus mencari ilmu untuk membentuk kompetensi dalam dirinya. Inilah yang saya maksud dengan pribadi pelajar yang sesungguhnya.

Semua nilai tambah di atas sebenarnya juga saya rasakan saat saya mengakses Code School dan Codecademy. Saat menggunakan sistem belajar daring, saya bebas mengatur waktu belajar dan waktu istirahat saya tanpa tekanan apa pun, saya cenderung aktif dalam memilih materi yang ingin kejar, saya cenderung aktif untuk MENGEJAR materi yang saya pilih, saya bisa dengan mudah mengulang materi yang terlupakan atau memang belum saya pahami dengan baik, saya mengambil tanggung jawab penuh terhadap kegagalan dan keberhasilan saya dalam belajar, dan, yang paling penting, orientasi saya berubah menjadi penguasaan terhadap materi yang saya kejar (bukan sekedar untuk lulus ujian).

Sekedar informasi saja. Seiring dengan membaca buku One World Schoolhouse, saya juga menyempatkan diri untuk mencoba sistem belajar daring Khan Academy yang juga "dimotori" oleh Salman Khan. Saya menggunakan Khan Academy untuk mengasah kemampuan matematika saya. Setiap hal yang saya paparkan di atas, termasuk mastery learning, dapat saya temukan di Khan Academy. Masih banyak hal lain yang saya temukan di Khan Academy, tapi ceritanya akan saya simpan untuk lain waktu.

Ruang kelas*
Pertanyaan terakhir sebelum saya menutup tulisan ini adalah apakah sistem belajar di kelas menjadi tidak relevan?

Sistem belajar di kelas mungkin saja masih relevan, yaitu untuk memperdalam materi-materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Dalam hal ini, peran guru tidak lagi sebagai pemberi materi yang bersifat searah, tapi lebih cenderung sebagai pembimbing yang mengedepankan interaksi 2 (dua) arah. Sifat aktif dan penuh tanggung jawab harus tetap ada di dalam diri setiap siswa agar sesi pelajaran di kelas diisi dengan komunikasi aktif antara guru dengan siswa atau antar-siswa. Dengan begitu, pemahaman komprehensif yang dimiliki guru dapat digali sedalam mungkin oleh para siswa sehingga waktu belajar di kelas menjadi optimal dalam konteks penguasaan materi.

Di sini perlu saya tegaskan juga bahwa kata kuncinya bukan pada "kelas", tapi pada "tatap muka". Bertemu dan berinteraksi langsung (tatap muka) dengan guru akan mempermudah siswa dalam memahami materi karena umpan balik yang diberikan guru kepada siswa pun cenderung lebih komprehensif dibandingkan pemahaman siswa tersebut. Hal ini jelas mempercepat proses belajar siswa karena siswa tersebut mendapatkan petunjuk yang berguna dalam menentukan arah (atau mungkin metode) dalam proses belajarnya.

Berhubung penekanannya pada "tatap muka", sistem belajar di kelas menjadi tidak relevan karena perkembangan teknologi semakin memungkinkan dilakukannya video conference multipengguna sepeti halnya Google+ Hangout. Batasan waktu dan tempat yang ada pada sistem belajar di kelas pada akhirnya menjadi tidak relevan. Bila ini terjadi, sistem belajar di kelas itu sendiri akan menjadi tidak relevan.

--
*Gambar ditemukan lewat Google Image Search