Selasa, 01 Maret 2011

IGOS

Saat ingin membicarakan teknologi informasi dan birokrasi, saya langsung teringat IGOS (Indonesia Goes Open Source). Saya sempat antusias mengikuti gaungnya, tapi sudah lama sekali sejak terakhir kali saya mendengar kabar perkembangannya.

Ketika saya mulai bekerja sebagai PNS, semangat untuk mengikuti perkembangan IGOS di instansi pemerintahan muncul kembali. Sayangnya gayung tidak bersambut. Ternyata implementasi teknologi open source di instansi pemerintahan saat ini tidak begitu besar.

Kesimpulan di atas tentu jauh dari komprehensif. Saya hanya tahu kondisi di beberapa instansi saja -itu pun tidak menyeluruh. Saya melihat implementasi teknologi open source itu masih sangat minim. Itu pun kalau memang ada. Penggunaan aplikasi proprietary masih sangat dominan dalam instansi pemerintah.

Microsoft Windows adalah sistem operasi yang dominan. Penggunaan sistem operasi lain masih minim. Kalau pun ada, sepertinya hanya tersedia di ruang server. Sulit sekali menemukan komputer pribadi (pegawai) dengan sistem operasi seperti Linux atau sejenisnya.

Apalagi kalau kita sudah bicara aplikasi secara umum, terutama aplikasi Office. Instansi pemerintah pada umumnya mengenal Microsoft Office. Sebagian kecil mungkin sudah mengenal OpenOffice, tapi entah berapa orang yang benar-benar menggunakannya dalam pekerjaan sehari-hari mereka.

Sistem operasi dan aplikasi Office memang hanya sebagian kecil dari penerapan teknologi informasi dalam instansi pemerintahan, tapi menurut saya keduanya merepresentasikan seluas apa pengaruh teknologi open source pada instansi pemerintahan tersebut.

Tentunya setiap keputusan senantiasa disertai oleh alasan yang (seharusnya) kuat. Hanya saja saya tidak tahu harus bertanya ke mana untuk mencari tahu lebih lanjut tentang penerapan open source di pemerintahan Indonesia saat ini. Sejauh mana teknologi open source dianggap penting, sejauh mana para pimpinan menyadari pentingnya teknologi ini, sejauh mana sosialisasi yang sudah dilakukan di instansi masing-masing, dan pertanyaan-pertanyaan sejenisnya. Di mana kendala teknologi open source saat memasuki intansi pemerintah Indonesia?

Mungkin orang-orang berpengalaman seperti Onno W. Purbo dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Mungkin juga orang-orang yang memiliki posisi krusial seperti Tifatul Sembiring dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sementara saya sendiri hanya dapat menyajikan tulisan ini sebatas opini pribadi.

Saya pribadi berharap penerapan teknologi open source dapat terus meluas. Walaupun open source sangat erat dengan kata gratis, manfaat teknologi ini harus dilihat dari sudut pandang lain. Salah satunya adalah pengaruh teknologi ini dalam inovasi dalam pengembangan sistem informasi secara keseluruhan.

Manfaat open source memang tidak terbatas pada sisi finansial saja, tapi tulisan ini akan menjadi terlalu panjang bila saya ikut menyertakan opini saya tentang hal ini. Semoga saya bisa menuangkannya dalam tulisan di lain waktu seraya mempertahankan dukungan saya terhadap teknologi open source.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.