Selasa, 29 Maret 2011

Perlukah Instansi Pemerintah Go Open Source?

Perlukah instansi pemerintah di Indonesia ini go open source? Jawabannya tentu saja antara perlu dan tidak perlu. Keputusannya tentu kembali ke faktor-faktor yang dipertimbangkan saat merangkul teknologi open source yang diperlukan. Yang disayangkan adalah bila faktor-faktor tersebut lebih cenderung kepada "mengikuti trend", "mengikuti peraturan yang mengharuskan penggunaan open source", atau "meminimalisir biaya implementasi teknologi".

Faktor utama dalam menerapkan suatu teknologi adalah nilai tambahnya. Tidak ada gunanya menggunakan sebuah teknologi bila tidak ada manfaat yang didapat. Jadi yang paling penting untuk dipikirkan saat menerapkan teknologi open source oleh instansi pemerintah adalah nilai tambah/manfaat yang akan didapatkan oleh instansi tersebut. Akan tetapi, faktor "rendahnya biaya" jangan buru-buru diikutkan sebagai manfaat ini. Nilai tambah yang utama tentunya ada pada hal-hal seperti standarisasi prosedur/dokumen, penyelesaian proses bisnis dalam waktu yang lebih singkat, kemudahan dalam pelaksaan tugas, atau hal-hal sejenisnya.

Setelah mempertimbangkan manfaat yang didapat dari penggunaan teknologi open source, kita lanjutkan dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia yang dimiliki masing-masing instansi. Salah satu "kelemahan" teknologi open source ada pada sisi dukungan teknis. Dukungan teknis untuk teknologi open source ada pada komunitas. Hal ini jelas berbeda bila dibandingkan dengan teknologi proprietary yang didukung penuh oleh produsen/vendor penyedia teknologi terkait. Dukungan teknis untuk teknologi proprietary umumnya lebih mudah diperoleh.

Bila infrastruktur dan sumber daya manusia yang diperlukan itu tidak siap, maka penerapan teknologi open source sama saja dengan terjun ke jurang tanpa alat pengaman. Teknologi yang diterapkan tidak akan optimal dan penyelesaian masalah akan butuh waktu yang lama. Rutinitas harian pegawai instansi terkait akan terhambat. Pada akhirnya kualitas pelayanan pun berkurang. Dalam kondisi seperti ini, fakta bahwa teknologi open source dapat diterapkan tanpa biaya menjadi tidak relevan. Dalam kondisi tersebut, biaya yang timbul karena tidak siapnya infrastruktur dan sumber daya manusia pendukung ini kemungkinan besar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang perlu dikeluarkan untuk mengakuisi teknologi proprietary.

Oleh karena itu, semangat untuk go open source jangan hanya didasari faktor biaya yang rendah. Kesiapan setiap instansi pemerintah yang ingin menerapkan teknologi open source ini harus menjadi perhatian utama. Jangan sampai hasil penerapan teknologi bersifat kontraproduktif. Seandainya instansi pemerintah terkait sudah siap menggunakan teknologi open source dalam kegiatan sehari-harinya, maka manfaat yang didapatkan akan lebih banyak dari sekedar faktor biaya.

Satu hal yang pasti, setiap instansi pemerintah yang menerapkan teknologi open source akan mengurangi ketergantungannya pada vendor tertentu. Tanpa adanya ketergantungan seperti ini, instansi pemerintah terkait akan memaksa dirinya untuk mandiri dalam mencari dan menerapkan teknologi yang diperlukan. Kemandirian itu sendiri akan ikut merangsang tumbuhnya inovasi-inovasi di bidang teknologi informasi dalam instansi-instansi pemerintah.

Melihat manfaat penerapan teknologi open source secara garis besar seperti di atas, saya rasa sudah selayaknya instansi pemerintah melepaskan ketergantungannya kepada vendor mana pun dan mulai mengelola teknologi informasi internalnya secara mandiri. Semoga saja pemerintah Indonesia segera bergerak ke arah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.