Senin, 25 Juli 2011

Bebas Berekspresi di Internet

Kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Hak ini setara dengan hak untuk mendapatkan informasi yang benar. Dalam kondisi apa pun, kedua hak ini sudah sepantasnya melekat pada diri setiap manusia yang hidup di dunia ini. Saya sebut "yang hidup" karena kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat sudah tidak lagi relevan bagi mereka yang tidak lagi hidup.

Dengan adanya kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat, hak untuk mendapatkan informasi yang benar dapat dilaksanakan dengan optimal. Bila setiap orang memiliki kebebasan berekspresi, maka setiap informasi yang datang dapat diuji kebenarannya. Dengan bentuk pengujian kebenaran "tanpa batas" seperti ini, informasi yang tersebar akan terjamin kebenarannya. Saya sebut "tanpa batas" karena setiap orang dapat mempertanyakan setiap informasi tanpa batasan moral, norma, aturan, atau batasan-batasan sejenis lainnya.

Informasi yang telah diuji kebenarannya seperti di atas akan mencapai derajat kebenaran yang hakiki, yaitu kebenaran yang bebas dari pengaruh pihak-pihak tertentu. Kebenaran yang hakiki ini menjamin kebenaran informasi tanpa ada kecenderungan mengedepankan kepentingan pihak mana pun. Hal ini dikarenakan setiap orang dapat mempertanyakan atau bahkan membantah setiap informasi yang beredar dengan informasi yang dimilikinya.

Informasi yang benar ini diperlukan untuk meningkatkan potensi masyarakat untuk maju dan berkembang. Bila kebenaran informasi itu dikendalikan oleh pihak tertentu, maka potensi masyarakat untuk maju dan berkembang pun dikendalikan oleh pihak yang sama. Bila kebenaran yang hakiki tidak tercapai, maka potensi masyarakat untuk maju dan berkembang itu tidak akan pernah maksimal. Hal ini memperkuat dasar akan pentingnya kebebasan berekspresi dalam masyarakat.

Bila sistem pengelolaan informasi yang diterapkan adalah sistem yang bersifat represif, maka dapat dipastikan sistem ini akan menekan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Dengan menekan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat ini, penyampaian informasi dan pengungkapan kebenaran juga dipastikan akan terhambat. Terhambatnya penyampaian informasi dan pengungkapan kebenaran ini pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan dan reformasi dalam masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.

Kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat ini memiliki peran penting dalam demokrasi. Kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat ini memungkinkan setiap warga negara berperan aktif dalam pengambilan keputusan; terutama yang terkait dengan hajat hidup orang banyak. Sulit membayangkan demokrasi akan berjalan sebagaimana mestinya bila tidak ada jaminan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat bagi setiap warga negara.

Mulai dari kebenaran yang hakiki, potensi masyarakat untuk maju dan berkembang, proses pembangunan dan reformasi, sampai bergulirnya roda demokrasi, kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat bagi setiap orang (warga negara) merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pemerintah melindungi hak untuk bebas berekspresi ini. Itu pun kalau pemerintah kita berkenan membiarkan masyarakatnya tumbuh dan berkembang secara optimal. Pertanyaannya adalah sudahkah pemerintah Indonesia melindungi kebebasan berekspresi kita?

Di dunia internasional, hak akan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1948. Pasal 19 UDHR ini berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).[1]
Sejalan dengan UDHR, di Indonesia pun hak akan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat ini dilindungi dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu dalam pasal 28E ayat 3 dan pasal 28F. Jadi, aturan paling dasar di negara Indonesia pun sudah menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia (baca: kita semua) untuk bebas berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan mendapatkan informasi yang benar menggunakan berbagai jenis media yang ada, termasuk Internet.

Internet adalah media dengan jangkauan paling luas bila dibandingkan dengan media-media lain. Internet dapat diakses dengan modal handphone (tidak perlu smartphone) yang terhubung ke jaringan telekomunikasi, baik GSM maupun CDMA. Dengan luasnya cakupan jaringan telekomunikasi saat ini, dapat kita katakan bahwa setiap orang dapat mengakses Internet dari mana saja; entah itu di bagian timur Indonesia, barat Indonesia, atau luar Indonesia sekalipun.

Tidak hanya jangkauan yang luas yang menjadi kelebihan Internet. Kecepatan penyampaian informasi lewat media Internet pun tidak dapat ditandingi oleh media lain. Seseorang di timur Indonesia dapat mengirim informasi yang langsung dapat dibaca oleh orang lain di barat Indonesia dalam hitungan detik. Informasinya pun tidak terbatas bersifat one-to-one, tapi justru bersifat one-to-the-whole-world. Tidak ada satu media pun yang dapat menandingi kecepatan penyebaran informasi di Internet.

Potensi Internet sebagai media untuk berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menyebarkan informasi itu sangat besar. Bila kita mengacu pada paparan ngalor-ngidul di awal tulisan ini, kita dapat langsung simpulkan bahwa kebenaran yang hakiki, potensi masyarakat untuk maju dan berkembang, pembangunan dan reformasi, sampai bergulirnya roda demokrasi akan menjadi optimal dengan memanfaatkan media Internet secara maksimal.

Sebelum kita bicara lebih jauh mengenai kebebasan berekspresi di Internet, mari kita tengok beberapa contoh pemanfaatan media Internet yang diliput di dalam film linimas(s)a. Contoh pertama dalam film tersebut adalah Blood for Life Indonesia. Konsep Blood for Life Indonesia ini sebenarnya sederhana, yaitu didasari dengan keinginan untuk membantu menyebarkan informasi kebutuhan donasi darah seluas mungkin. Walaupun begitu, dampak gerakan ini luar biasa karena memungkinkan penyebaran informasi kebutuhan donasi darah yang sebelumnya sulit (atau bahkan tidak mungkin) dilakukan tanpa media Internet.

Kasus Prita Mulyasari adalah contoh lain pemanfaatan media Internet yang diliput di dalam film linimas(s)a. Prita Mulyasari berhasil lolos dari cengkraman pasal karet pencemaran nama baik karena mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan masyarakat. Media apa yang memiliki andil paling besar dalam menggalang dukungan ini? Internet. Informasi mengenai kasus Prita Mulyasari ini tersebar dengan cepat lewat Internet sampai akhirnya kasus ini diangkat ke media cetak dan elektronik. Semua dukungan yang akhirnya datang ke Prita Mulyasari itu diawali dari Internet.

Kasus Prita Mulyasari ini adalah contoh nyata pentingnya kebebasan berekspresi seperti yang dipaparkan di atas. Kebenaran informasi terkait dengan kasus Prita Mulyasari tidak seenaknya dapat dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu, misalnya pihak rumah sakit yang menuntut. Dengan aliran informasi yang bebas di Internet, setiap orang memiliki sumber lain untuk menguji kebenaran setiap informasi yang beredar.

Informasi yang menjatuhkan Prita Mulyasari dapat dibantah dengan informasi yang mendukung Prita Mulyasari. Kita pun tidak lagi terpaku pada informasi di televisi dan koran saja. Kita bahkan dapat memperoleh informasi yang benar mengenai kasus Prita Mulyasari lewat teman-teman kita sendiri. Pengujian kebenaran demi mencapai kebenaran yang hakiki seperti ini akhirnya menjadi mungkin untuk dicapai dengan dijaminnya kebebasan berekspresi di Internet.

Seandainya pemerintah (atau pihak mana pun) membelenggu kebebasan berekspresi di Internet, kita dapat bayangkan kenyataan menyedihkan yang menanti Prita Mulyasari. Bila Prita Mulyasari berhasil dibungkam tanpa perlawanan, maka setiap orang yang berbagi informasi di Internet berpotensi mengalami nasib yang sama dengan Prita Mulyasari. Setiap orang akan sungkan berbagi informasi di Internet, terutama yang memiliki kesan negatif. Tidak ada yang ingin diseret ke meja hijau seperti halnya Prita Mulyasari.

Kebebasan berekspresi di Internet merupakan hak asasi pengguna Internet yang tidak dapat diganggu gugat. Satu-satunya alasan yang dapat membenarkan pembatasan akan hak kebebasan berekspresi di Internet adalah bila kebebasan berekspresi ini disalahgunakan untuk melanggar hak asasi yang lain. Misalnya kita menggunakan Twitter (http://twitter.com/) untuk membentuk opini yang bersifat rasis. Dukungan untuk pembentukan opini ini berkembang sedemikian rupa sampai terbentuk opini negatif yang umum terhadap salah satu ras di Indonesia. Hal ini jelas melanggar hak seseorang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif. Dalam hal ini, kebebasan berekspresi harus dibatasi.

Contoh lain penyalahgunaan kebebasan berekspresi ini tidak sedikit. Masih banyak orang-orang yang menganggap diri mereka memiliki kebebasan mutlak untuk mengekspresikan apa pun, baik hal-hal yang positif maupun yang negatif. Oleh karena itu, sudah selayaknya dibuat peraturan-peraturan yang tegas agar kebebasan berekspresi ini tidak sampai berbenturan dengan hak-hak orang lain. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan peraturan seperti ini adalah jangan sampai bersifat kontraproduktif dan disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi itu sendiri seperti halnya pasal karet tentang pencemaran nama baik.


Terlepas dari ada atau tidaknya aturan yang "mengekang" kebebasan berekspresi di Internet, kita pun selayaknya memiliki rasa tanggung jawab saat menyebarkan informasi apa pun lewat Internet. Jangan sebarkan informasi palsu. Informasi yang palsu, walaupun penting dan bermanfaat, tetap saja tidak layak untuk disebarkan.

Jangan pula kita sebarkan informasi negatif ke sembarang orang karena informasi yang negatif itu berpotensi menjatuhkan nama baik pihak-pihak terkait. Kalau memang layak disebarkan, pastikan hanya disebarkan ke pihak-pihak yang perlu mengetahui informasi tersebut. Mari jadikan Internet sebagai media komunikasi dan penyebaran informasi yang sehat dengan menjadi pribadi-pribadi yang bertanggung jawab terhadap setiap karakter yang kita unggah ke Internet.

--

Referensi
[1] Universal Declaration of Human Rights (versi Bahasa Indonesia), pasal 19. http://www.ohchr.org/en/udhr/pages/Language.aspx?LangID=inz; diakses tanggal 23 Juli 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.