http://lifehacker.com/5872436/how-to-start-your-information-diet |
Sampai saat blog post ini saya buat, saya baru menyelesaikan 3 (tiga) bab pertama di buku itu. Agak sulit memaksakan diri untuk membaca buku di tengah kesibukan, kemalasan, dan rendahnya minat membaca saya. Bagi saya sendiri, 3 (tiga) bab dari sebuah buku yang pada dasarnya tidak terlalu relevan dengan kebutuhan saya adalah sebuah pencapaian yang luar biasa.
3 (tiga) bab pertama di buku itu sudah memberikan banyak pelajaran penting bagi diri saya. Bagi saya pribadi, 3 (tiga) bab pertama di buku itu berhasil membuka wawasan saya mengenai pola konsumsi informasi di era Internet dan jejaring sosial saat ini. Bukan sekedar membuka wawasan, saya bahkan berani mengatakan buku ini berhasil merubah persepsi saya mengenai pola konsumsi informasi ini.
Perubahan persepsi yang paling saya rasakan adalah tentang konsep information overload. Konsep ini sangat umum digunakan oleh berbagai pihak untuk menggambarkan betapa banyaknya informasi yang kita terima. Situs berita, situs jejaring sosial, situs blog, dan berbagai situs-situs lain telah berhasil memberikan sebegitu banyaknya informasi untuk kita konsumsi dalam kondisi campur aduk tak tentu. Information overload ditegaskan sebagai masalah yang kita hadapi bersama di tengah derasnya arus informasi dari Internet.
Konsep itu dibantah di dalam buku The Information Diet ini. Kenapa? Karena penggunaan kata "overload" itu tidak sejalan dengan kata "konsumsi". Di dalam kata "konsumsi" itu ada peran aktif dari subjek. Itu artinya saat kita mengkonsumsi informasi, kita sedang mengakses informasi itu secara sadar. Sementara "overload" sendiri mengimplikasikan bahwa subjek itu pasif. Dengan adanya information overload itu ada kesan bahwa kita dijejali informasi yang sangat banyak tanpa bisa memilih secara sadar.
Dengan konsep yang sederhana tersebut, terlihat jelas bahwa masalahnya bukan pada information overload. Masalah yang kita hadapi saat ini adalah information overconsumption. Kita yang memilih secara sadar untuk mengakses informasi yang sangat banyak itu. Kita yang memilih untuk membaca berita di situs-situs berita. Kita yang memilih untuk terus mengikuti perkembangan di berbagai jejaring sosial dan blog langganan kita. Dan semua pilihan itu pada dasarnya kita lakukan secara sadar.
Memang benar bahwa ada faktor eksternal yang mempengaruhi pola konsumsi informasi kita. Saat berbagai situs berita berlomba untuk memberikan sebanyak mungkin informasi kepada kita, saat banyak orang berlomba membuat blog yang di-update sesering mungkin, saat berbagai situs bermunculan untuk memberikan informasi yang menarik, saat itulah pola konsumsi informasi kita mulai terganggu. Walau bagaimana pun, informasi itu dibuat semenarik dan sesering mungkin untuk memancing kita mengakses situs berita, jejaring sosial, blog, atau situs lainnya sesering mungkin.
Akan tetapi, bila kita kembali kepada konsep information overconsumption, faktor eksternal itu seharusnya tetap dapat kita kendalikan. Sebanyak apa pun informasi yang muncul di layar monitor kita, kita punya kuasa penuh untuk memilih bagian mana yang kita baca (akses) dan bagian mana yang tidak. Kita pun punya kuasa penuh untuk menentukan sumber informasi mana yang kita akses dan yang tidak kita akses. Kita bahkan punya kuasa penuh untuk menentukan apakah kita akan mengakses Internet atau tidak. Kata kuncinya ada pada kata "kuasa".
Kesimpulannya adalah banyak atau tidaknya informasi yang kita konsumsi itu bergantung pada kesadaran kita masing-masing. Apakah kita mau membatasi informasi yang kita akses atau tidak? Pilihan ini yang harus kita buat sebelum melanjutkan ke langkah-langkah kongkrit dalam diet informasi. Semua kembali kepada pilihan kita masing-masing.
--
Tulisan singkat tentang diet informasi dari penulis buku The Information Diet dapat diakses di sini:
http://lifehacker.com/5872436/how-to-start-your-information-diet