Birokrasi saat ini masih identik dengan penguasa-penguasa lokal. Contohnya antara lain kepala-kepala kantor, aparat dengan koneksi segudang, atau anak-anak pejabat. Penguasa-penguasa lokal ini seolah-olah hidup dalam sistem kerajaan jaman dahulu sebelum nusantara ini bersatu. Mereka ibarat raja-raja kecil yang menguasai wilayah-wilayah di Indonesia.
Saya yakin ada banyak sekali cerita tentang raja-raja kecil ini. Bagaimana mereka mengenakan topeng kompetensi padahal kompetensi mereka yang sebenarnya ada pada jumlah koneksi. Bagaimana mereka mengaku memimpin dengan sistem demokrasi padahal demokrasi itu hanya digunakan untuk menutupi sistem monarki yang mereka junjung tinggi.
Keberadaan raja-raja kecil ini sebenarnya bukan hal yang aneh. Kentalnya kolusi di lingkungan instansi pemerintahan Indonesia membuat keberadaan raja-raja kecil ini menjadi wajar. Saat seorang pegawai negeri menjadi pimpinan, kita pun tak heran saat kita tahu kalau orang ini adalah kerabat (atau bahkan keluarga inti) atau sekedar kenalan seorang pejabat.
Raja-raja kecil ini punya peran yang besar dalam kebobrokan instansi pemerintah. Mereka memiliki andil yang signifikan terhadap rendahnya produktivitas jajaran pegawai negeri. Masalah-masalah ini terjadi raja-raja kecil ini melakukan kolusi di berbagai jajaran pegawai negeri. Penyebab utama buruknya kinerja instansi pemerintah ini lebih karena buruknya kompetensi orang-orang yang terlibat kolusi.
Raja-raja yang diangkat karena koneksi ini seringkali tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk memimpin. Baik dari sisi pendidikan maupun pengalaman, raja-raja ini memiliki kompetensi yang jauh panggang dari api. Orang-orang dengan kompetensi yang memadai justru tersingkir hanya karena orang-orang kompeten ini tidak punya koneksi yang memadai. Kondisi yang sangat ironis di tengah kritik terhadap rumitnya birokrasi di Indonesia.
Sebagaimana raja-raja lalim di jaman dahulu, raja-raja kecil ini pun akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan singgasananya. Entah itu dengan memanfaatkan koneksi atau dengan memanfaatkan harta untuk menyogok, cara apa pun akan ditempuh untuk mempertahankan jabatan mereka sebagai raja. Kalau pun mereka harus turun, mereka akan menyiapkan generasi penerus mereka untuk menjadi raja kecil berikutnya.
Regenerasi pun berlanjut. Raja-raja kecil yang pensiun sudah menyiapkan penerus tahta masing-masing. Selanjutnya para penerus ini pun akan melakukan segala cara untuk mempertahankan singgasana mereka. Mereka pun akan melakukan segala cara agar generasi penerus berikutnya siap meneruskan kekuasaan mereka masing-masing.
Entah sampai kapan pemerintahan Indonesia akan dipenuhi oleh raja-raja kecil ini. Entah sampai kapan proses pemberantasan kolusi ini akan mencapai angka 100%. Entah kapan pemerintahan Indonesia akan bersih, kompeten, dan produktif. Saya yakin setiap orang yang berharap perbaikan yang nyata dalam pemerintahan Indonesia ingin melihat mimpi ini menjadi kenyataan.
hm.. dengar-dengar otonomi daerah mau dihapuskan lagi, karena sistem otda yang sekarang memunculkan raja-raja kecil di daerah (kepala daerah)
BalasHapusDi instansi-instansi pusat saja sudah banyak raja kecil, apalagi dengan adanya otonomi daerah. Satu orang jadi raja, anggota keluarga yang lain ikut jadi raja-raja di bawahnya. Satu orang jadi gubernur, saudaranya jadi bupati X, anaknya jadi pemenang tender jangka panjang (dan berulang), menantunya jadi walikota Y.
BalasHapusApa kata dunia? Kampret!